
Oleh. Nasarudin Sili Luli
Direktur Eksekutif NSL Political Consultant and Strategis Campaign.
DALAM lanskap politik Papua. Pilkada 2025 menjadi medan tempur yang tidak hanya sarat dengan adu visi dan misi, tetapi juga diwarnai dengan strategi konflik komunikasi politik yang kian canggih melalui penggunaan media sosial.
Pernyataan Benhur Tomi Mano (BTM) dalam sebuah kampanye mengatakan “Saya anak mantu dari Grime, pagar rumah ini, tidak boleh ada babi hutan yang masuk di rumah ini “ini adalah bentuk pilihan diksi majas personifikasi, juga dikenal sebagai penginsanan, adalah bentuk kiasan yang memberikan sifat-sifat manusiawi kepada benda mati, hewan, atau konsep abstrak.
Tujuannya adalah untuk membuat penggambaran menjadi lebih hidup, menarik, dan mudah dipahami oleh pembaca atau pendengar.
Tafsir mengenai pernyataan BTM tersebut viral di media sosial dan akhirnya publik mengasosiasikan statemen tersebut kepada calon lain bahwa tidak boleh masuk mengganggu pada basis dan rumah kami yang suda dipagar, jika tetap masuk maka silakan untuk ditombak atau dibunuh.
Seiring perkembangan teknologi digital, media sosial menjadi arena utama bagi para kandidat untuk menampilkan diri dan menarik perhatian pemilih. Dalam konteks ini (BTM) melakukan strategi konflik komunikasi politik bukan sekadar alat politik, melainkan telah menjadi senjata utama yang memengaruhi persepsi pemilih.
Sering kali memanfaatkan apa yang dikenal sebagai fenomena “post-truth” atau pasca-kebenaran, di mana fakta objektif dikalahkan oleh emosi dan keyakinan pribadi.
Tiga pertanyaan kemudian muncul. Pertama, di tengah-tengah dunia politik yang ditandai dengan negosiasi yang diplomatis, mengapa BTM selalu mengambil langkah yang lebih konfliktual? Kedua, di tengah-tengah politisi yang selalu memastikan bahwa pernyataan atau kebijakannya tidak mengundang reaksi keras publik, mengapa BTM terus membuat kontroversi? Ketiga, ketika pertikaian dan blunder yang dibuat politisi sering kali tersebar lewat pihak ketiga, mengapa BTM justru rajin mengunggah konten-konten dari gaya kepemimpinannya yang konfliktual dan kontroversial melalui media sosialnya sendiri? Jawabannya sederhana. Ketiga fenomena tersebut merupakan cara BTM untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas.
Gaya komunikasi yang konfliktual dapat memproduksi citra BTM sebagai pemimpin kharismatik pelindung rakyat. Kontroversi yang timbul lewat pernyataan dan kebijakannya memastikan dirinya terus menjadi perbincangan publik dan memobilisasi pendukungnya.
Konten-konten di media sosial BTM tidak hanya memungkinkan dia mampu menggapai lebih banyak audiens, tetapi juga meningkatkan dampak dari gaya komunikasinya yang penuh dengan konflik dan kontroversi.
*Kontroversi*
Kontroversi Kontroversi yang kerap diciptakan BTM bukan lahir dari ketidaktahuannya atas dampak dari ucapan maupun kebijakannya terhadap opini publik. Sebaliknya, kontroversi tersebut sengaja dibuat. Tujuannya, agar kesadaran publik terhadap sosoknya (brand awareness) bisa terus terjaga.
Dengan begitu, BTM tetap menjadi sorotan masyarakat sekaligus mengonsolidasikan persepsi positif terhadap dirinya di kalangan audiens yang bersimpati dengan dirinya maupun isu yang sedang menjadi kontroversi. Pada ilmu pemasaran, strategi BTM ini disebut dengan Pengiklanan Mengguncang (Shock Advertising).
Pengiklanan Mengguncang adalah bentuk pengiklanan yang secara sengaja melanggar norma-norma sosial dengan tujuan untuk mengambil perhatian dari audiens yang dituju.
Biasanya, strategi ini digunakan ketika pasar yang ada sudah terlalu ramai atau dipenuhi oleh berbagai pesan dan iklan sehingga sulit bagi satu jenama untuk menonjol. Karena menabrak norma sosial, Pengiklanan Mengguncang akan memunculkan reaksi yang kuat, baik positif maupun negatif.
Kedua reaksi tersebut ditentukan oleh norma, moral, dan budaya dari setiap individu yang menjadi audiens dari Pengiklanan Mengguncang. Sebagai dampaknya, respons terhadap Pengiklanan Mengguncang akan beragam, mulai dari meningkatkan atau menurunkan keinginan untuk membeli produk, mengajukan keluhan ke otoritas pengawas terkait isi dari pengiklanan, sampai dengan melakukan boikot.
Meskipun potensi dan resiko yang dimiliki oleh Pengiklanan Mengguncang bersifat relatif, satu hal yang pasti adalah Pengiklanan Mengejutkan terbukti efektif untuk menarik perhatian masyarakat. Dahl dan rekan-rekan berargumentasi bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk memproses informasi secara lebih mendalam ketika informasi tersebut tidak terduga dalam standar ekspektasi mereka, hasil yang berbeda apabila informasi terkait sudah familier.
Argumentasi itu mereka buat setelah mereka mendapati bahwa iklan yang mengguncang memiliki nilai yang lebih tinggi dalam menarik perhatian audiens, menjadikan informasi tersebut lebih menempel di ingatan, dan menyebabkan mereka bisa mengaitkan iklan yang mengguncang dengan logo dan simbol yang terkait dengannya (brand recognition). Sementara itu, iklan yang sebatas bersifat informasional mendapat nilai lebih rendah.
Inisiator dari Pengiklanan Mengguncang, sekaligus salah satu yang paling berhasil menerapkannya adalah Benetton. Produk pakaian asal Italia itu sempat menjadi perbincangan di berbagai belahan dunia karena konten pengiklanannya yang erotis dan menabrak norma agama. Hasil serupa juga ditemukan Derbaix dan Vanhamme bahwa Pengiklanan Mengguncang lebih mampu menciptakan cerita dari mulut ke mulut mengenai iklan tersebut terlepas dari reaksi yang diterima positif atau negatif.
Kontroversi pernyataan BTM tidak hanya menawarkan keunggulan berupa meningkatnya atensi publik kepadanya, tetapi juga memperkuat loyalitas pendukungnya terhadap dirinya.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa interaksi daring justru menciptakan polarisasi antarkelompok karena media sosial meningkatkan paparan tidak diinginkan terhadap informasi politis dari pihak-pihak yang tidak sejalan (disagreeable others).
Informasi dari pihak-pihak yang tidak sejalan menimbulkan perasaan negatif, seperti marah dan malu. Ketika individu terus-menerus terpapar pada pandangan yang memicu perasaan negatif, mereka cenderung mengalami tekanan emosional. Sebagai mekanisme pengolahan stres, individu akan mencari kenyamanan dengan menguatkan solidaritas terhadap mereka yang sejalan.
Hal ini juga terwujud melalui mempertebal loyalitas terhadap tokoh politik yang didukung ataupun pandangan yang diyakini. Proses yang sama juga muncul dari kontroversi-kontroversi yang dibuat BTM . Ucapan dan kebijakan BTM memicu respons positif dan negatif. Mereka yang setuju dengan gagasan atau bahkan sudah mendukung sosok BTM akan merasakan emosi negatif akibat terpapar dengan kritik-kritik yang diarahkan kepada BTM.
Imbasnya, mereka akan mempertebal loyalitas mereka yang terwujud lewat keikutsertaan dalam debat di internet, sampai dengan membuat video panjang sebagai bentuk konter-kritik. Contohnya banyak terlihat di semua platform media sosial para pendukung BTM dengan sangat tegas menyampaikan bahwa pembenci BTM tidak melihatnya secara utuh pernyataan yang disampaikan.
*Konflik Politik*
Kritik sekaligus pernyataan BTM bahwa “saya anak Tabi oleh karena itu pilih saya menjadi gubernur Papua” merupakan perwujudan dari Pengiklanan Rivalitas Antar Jenama di atas. Pada kasus ini, dua jenama yang sedang bertikai adalah dua calon gubernur Papua yang sedang menjadi tren bahan perbincangan publik Papua, BTM dan Mathius Derek Fakhiri (MDF).
Pada titik ini, konflik komunikasi politik BTM dengan dugaan diasosiasikan tertuju pada (MDF) tidak hanya menguatkan citra dia sebagai pelindung warga, tetapi juga memastikan bahwa perhatian publik terus tertuju padanya dan pendukung-pendukungnya juga semakin terkonsolidasi.
Konten melalui konten-konten yang ada di akun media sosialnya, BTM dapat meningkatkan potensi konflik yang dia lakukan dan kontroversi yang dia buat dalam mendongkrak Popularitas dan elektabilitas.
Dengan kata lain, media sosial membuka peluang bagi BTM untuk menjadikan gaya komunikasi politiknya yang konfliktual dan kontroversial lebih efektif. Hal ini yang kemudian menjadi penyebab mengapa BTM begitu rajin mempublikasikan kegiatan-kegiatan ketika bertikai maupun yang bersifat mengguncang di media sosial.
Pada kasus BTM , media sosial memberi peluang baginya Oleh karena itu, ada suatu kebutuhan mendesak untuk menyeimbangkan antara daya tarik konflik komunikasi politik dan esensi substansial dari gagasan politik.
BTM perlu mampu mengintegrasikan hal ini secara cerdas, menjadikan konflik komunikasi politik sebagai pintu gerbang yang membawa pemilih ke dalam pemahaman yang lebih dalam tentang agenda politik yang mereka bawa.
Menggunakan momentum ini sebagai sarana untuk menyoroti masalah yang signifikan dan merangkul dialog konstruktif tentang solusi konkret akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa popularitas yang diraih juga didasari oleh pengertian yang kokoh akan rencana masa depan dalam membangun Papua.
Strategisnya, pendekatan konflik komunikasi politik bisa menjadi pelengkap yang mendukung substansi program yang dijanjikan oleh BTM sebagai calon gubernur Papua.
Intinya, konflik komunikasi politik menjadi cara menarik perhatian generasi muda ke dunia politik, tetapi tetap diperlukan pendekatan yang substansial untuk membangun keyakinan pemilih pada visi, misi, dan program yang ditawarkan oleh setiap pasangan calon untuk membangun tanah Papua.
Be the first to comment