PAPUADEADLINE.COM, Jayapura Advokat senior di Papua Drs. Aloysius Renwarin, SH, MH Advokat mengingatkana agar para kandidat maupun pendukung juga penyelengara baik KPU dan Bawaslu agar menghindari ancaman pidana pilkada Serentak khususnya di Papua.
11 kabupaten di Papua akan menggelar pilkada pada 9 Desember mendatang yaitu Kabupaten Supiori, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Merauke, Kabupaten Waropen, Kabupaten Keerom, Kabupaten Asmat, dan Kabupaten Nabire. Menurutnya pilkada di Papua harus damai dan berintegritas.
“Pilkada yang berlangsung aman dan damai adalah menjadi cita-cita kita bersama. Kita tidak menginginkan konflik yang terjadi di tengah masyarakat. Setiap warga negara bebas untuk ikut berpartisipasi dalam Pilkada, namun diharapkan untuk tetap menjaga kedamaian di daerah masing-masing. Seluruh lapisan masyarakat di Papua diharapkan untuk dapat menghindar konflik sosial akibat perbedaan pilihan politik di dalam Pilkada ini. Kita diajak untuk lebih dewasa dalam berpolitik dan berdemokrasi. Jangan mencederai pesta demokrasi kita dengan menimbulkan kericuhan sosial, jangan lagi kita menumpahkan darah dalam pesta demokrasi serentak ini,”ujarnya, Sabtu (5/12/2020) malam
Dikatakan, Pilkada yang aman dan damai juga sangat ditentukan oleh integritas dan independensi dari para penyelenggara, dalam hal ini, KPU dan Bawaslu. Penyelenggara yang tidak independen dan memihak calon tertentu, telah terbukti jika sikap demikian menghambat dan mengacaukan jalannya proses pelaksanaan Pilkada, bahkan memicu timbulnya konflik horizontal di tengah masyarakat akar rumput di berbagai tempat di tanah Papua.
Mantan Direktur Elsham Papua ini menegaskan, dalam kondisi demikian rakyat yang memiliki hak untuk memilih, dapat saja kehilangan hak suaranya apabila terjadi manipulasi di dalam proses pelaksanaan Pilkada. Oleh karena itu, terjadi pengingkaran terhadap hak konstitusional untuk terlibat di dalam kehidupan politik. Kita mendukung pesta demokrasi yang berjalan jujur dan bersih berguna di dalam melahirkan sosok pemimpin yang mau mendahulukan kepentingan rakyat kita.
Hak Pilih Sesuai Hati Nurani
Lanjut dia, sebagai warga negara yang memiliki hal pilih, dipersilahkan untuk menggunakan hak pilihannya sesuai dengan hati nurani masing-masing. Kita diharapkan untuk memilih calon pemimpin kita di hari esok tanpa ada unsur paksaan dalam bentuk apapun. Sebab pilihan kita ini menentukan kepemimpinan di daerah untuk lima tahun mendatang, baik ataupun buruk kualitas dari pemimpin yang kita pilih. Dengan demikian partisipasi kita berdampak juga pada kualitas kehidupan demokrasi dan pemerintahan yang tercipta di daerah kita.
Kita boleh terlibat dalam proses Pilkada, silahkan kita mendukung seseorang atau kandidat tertentu. Namun, kita jangan menjadi aktor-aktor yang memicu permasalahan di tengah Pilkada berlangsung. Kita diharapkan untuk menjaga kelangsungan pesta demokrasi secara langsung, umum, bebas dan rahasia (Luber).
Prinsip Luber inilah yang kita sekalian wajib menjiwainya. Sekaligus merupakan rambu-rambu yang paling penting untuk mendukung tersenggaranya Pilkada yang demokratis.
Tolak Isu Sara dan Politik Uang
Dikatakannya, berdasarkan pengalaman, mempermainkan kedua isu tersebut karena hal tersebut mudah menimbulkan konflik sosial. Bila ketahuan, bisa mengorbankan banyak orang sehingga kita diminta untuk berani menolak hal-hal yang merusak wajah pesta demokrasi ini. Kita harus berani menolak politik SARA dan politik uang (money politics) yang berpotensi menimbulkan kericuhan besar.
“Alangkah baiknya kita menolak semua hal-hal yang berkaitan dengan isu SARA dan politik uang (money politics) bertujuan untuk tidak merugikan hak politik warga negara dan stakeholders lainnya,”ujar mantan Ketua KPU Kabupaten Keerom.
Kata dia, apabila terjadi pelanggaran Pilkada, baik sifatnya administrasi maupun pelanggaran pidana, maka setiap warga negara, baik orang atau kelompok yang mewakili kandidat maupun lembaga pemantau lainnya dan masyarakat, dapat menyampaikan pengaduannya kepada KPU setempat sebagai penyelenggara.
“Sedangkan untuk pelanggaran pidana Pilkada, dapat dilaporkan kepada Sentra Gakkumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu). Setiap pelanggaran yang sifatnnya administrasi dan pidana, baiknya laporkan kepada pihak berwajib yang disebut diatas.
Proses hukum atas pelanggaran Pilkada melalui para pihak yang berwajib tersebut di atas, dapat membantu menghindari kerawanan konflik antara massa pendukung kandidat. Kita yang lain tetap tenang,”ujarnya.
Kita percayakan KPU dan Bawaslu dalam ini, Gakkumdu untuk bertindak professional, berpegang pada aturan-aturan hukum pemilihan umum yang berlaku, serta mengedepankan kepentingan rakyat banyak di atas kepentingan pribadi dan golongan. Sebagai warga negara, kita diminta untuk bisa menahan diri dari konflik yang akan timbul. Kita diajak untuk tetap mengambil sikap dan posisi yang tenang. E. Sanksi Hukum Hati-hati! Jangan masuk penjara hanya karena isu SARA dan politik uang (money politics). Kalau kita terlibat dalam kedua isu ini memiliki jerat hukum yang berat.
Berikut ketentuan perundang-undangan Pilkada tentang Money Politics. Hukumnya berat. Menurut UU No. 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Pasal 187 A 1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih dengan cara tertentu, sehingga suaranya menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada pasal 73 ayat (4); Maka ancaman pidana pelanggaran ini ditegaskan dalam Pasal 78 (2) yang berbunyi: “Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye, Relawan atau Pihak Lain yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dikenal sanksi pidana berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan”. Ketentuan ini dipertegas juga dalam Peraturan KPU No. 4/2017 dalam Pasal 71 ayat (1).
Jadi ingat sanksi ini baik-baik! Baik Pemberi dan Penerima uang di Pilkada siap-siap diancam hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Maukah Anda? Hanya karena uang Rp. 20.000,00 atau Rp. 50.000,00 meringkuk di penjara dan didenda lebih besar begitu? Ingat! Pilkada saat ini berbeda dan memiliki aturan yang lebih ketat. Jadilah pemilih yang rasional dengan menjauhi intrik dan pelanggaran-pelanggaran yang tidak perlu. Mari kita ciptakan Pilkada ini lebih berkualitas serta terhindar dari ancaman pidana.
Be the first to comment